Sharenting : Apakah Berbagi Foto dan Video Anak ke Media Sosial Salah?

Anika Fatima
3 min readJun 5, 2021

Sharenting (Share-Parenting) adalah perilaku mengunggah foto, video, atau informasi pribadi anak. Bukankah ini fenomena yang sudah biasa? Lantas apa masalahnya?

Terkadang dalam perjalanan membagikan kebahagiaan sebagai orang tua, hal yang kita bagikan ternyata dapat melanggar hak pribadi anak di media sosial. Fenomena ini sendiri terjadi di seluruh dunia sebagai efek dari digitalisasi dan dikatakan sebagai karakteristik orang tua yang melek digital.

Keputusan orangtua dalam membagikan informasi pribadi anak-anaknya datang dari dorongan internal maupun eksternal. Mari kita simak satu persatu :

  • Likes & comment yang menimbulkan rasa bahagia.
  • Validasi sosial terhadap pengalaman pengasuhan dan mengekspresikan keceriaan anak.
  • Agar kekinian seperti orang tua lainnya.
  • Perasaan terhubung dengan komunitas dan keluarga.

Sebagai calon orang tua, tentunya saya sendiri dapat memaklumi perasaan ingin berbagi dan menampilkan sosok anak dengan bangga. Apalagi berbagi diniatkan untuk hal yang baik, misalnya untuk berbagi pengalaman, saling menguatkan, dan menyampaikan seruan kebaikan. Sayangnya, tak semua hal yang diniatkan dengan baik dapat ditanggapi dengan baik pula.

Adakalanya hal yang kita bagikan dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, oleh karena itu demi keamanan anak, orang tua sebaiknya selalu mempertimbangkan risiko serta kemungkinan yang dapat terjadi dari setiap tindakannya, salah satunya atas fenomena sharenting.

"Cuma unggah video & foto anak, kok bisa jadi melanggar hak pribadi anak?"

Sharenting tanpa kita sadari ternyata bisa membocorkan informasi pribadi seperti tanggal lahir, alamat rumah, alamat sekolah, identifikasi wajah si Kecil, dan aktivitas sehari-harinya.

Foto-foto menggemaskan yang tanpa sadar mencantumkan tanggal ulang tahun hingga identifikasi wajah serta tubuh si Kecil dapat diamati dengan mudah melalui postingan kita yang berlalu lalang di sosial media. Semakin sering kita membagikan segala rutinitas anak, semakin besar peluang kita melakukan over sharenting yaitu membagikan terlalu banyak informasi di media sosial. Over sharenting di media sosial memiliki banyak risiko, salah satunya :

  • Meningkatkan peluang kejahatan pedofilia
  • Penipuan berbasis akun bank
  • Pencurian data digital
  • Hingga konten yang digunakan untuk mempermalukan anak di masa depan, meskipun mungkin menurut kita biasa saja tapi ternyata anak tidak senang dengan apa yang kita unggah

Mungkin saat ini foto anak terlihat lucu dan menggemaskan, tapi siapa yang tahu perasaan anak atas video dan foto yang sudah menjadi jejak digital? Kalau media sosial telah ada di jaman kelahiran saya dan orang tua mengupload foto memalukan saya mungkin tidak akan terganggu karena memang tipe yang santai, mungkin akan melepaskan saja.

Hal ini tentu tak bisa berlaku bagi semua orang, apalagi menyamakan perasaan saya pribadi dengan anak kelak. Sekalipun kita sebagai orang tua telah meminta izin pada anak, jika suatu hari anak berubah pikiran yang bisa saja terjadi kita harus selalu siap menghapus dan menerima bahwa meskipun sudah dihapus semua terlanjur menjadi jejak digital.

Apakah kita boleh membagikan foto ataupun informasi tentang anak di media sosial? Hal ini tentu saja kembali ke pasangan masing-masing.

Membagikan ataupun tidak membagikan informasi anak di media sosial, anak tetap harus kita jaga hak pribadinya. Orang tua memiliki tanggung jawab dalam mengarahkan dan melindungi anak. Untuk itu sebelum membagikan konten terkait anak di sosial media, sebaiknya kita tanyakan kepada diri sendiri dan pasangan kita :

  • Apakah suami istri memahami risiko sharenting?
  • Apakah risiko sharenting adalah hal yang dapat ditanggung oleh pasangan suami istri?
  • Apakah kita pernah dan bisa memilah/menyaring orang yang mengikuti media sosial kita?
  • Apakah suami istri sudah mencapai titik sepakat dalam menyikapi sharenting?
  • Bila sampai di titik over sharenting, bagaimana pasangan akan saling mengingatkan dan meluruskan?
  • Jika skenario terburuk terjadi, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak over sharenting?

Semoga hal ini dapat membantu teman-teman pembaca dalam merenungkan serta menentukan sikapnya sebagai orang tua atas penggunaan media sosial. Berbagi pengalaman sebagai orang tua ataupun tumbuh kembang anak tetap harus dilakukan dengan bijak agar tetap melindungi hak-hak anak.

Kembali lagi, kita tidak sempurna dan di satu titik mungkin ada masanya lengah, karena seperti Bang Napi sering berkata “Kejahatan dapat terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena kesempatan. Waspadah!”. Jangan lupa diskusikan hal ini dan sepakati sikap bersama pasangan.

Sumber : sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id

--

--